Pendidikan Pancasila Tingkat Lanjut
GKR
Hemas: Sudahi Perdebatan Soal Pancasila
Belakangan ini banyak beredar video-video di media sosial yang memperlihatkan semakin banyaknya orang yang menentang Pancasila, melecehkan Pancasila, menolak Pancasila, atau bahkan sekedar tidak hapal Pancasila.
Kondisi tersebut, kata anggota DPD RI GKR Hemas seharusnya tidak perlu terjadi manakala masyarakat benar-benar menjiwai Pancasila itu sendiri. Kelima sila dalam Pancasila, kata Hemas, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia sehingga keberadaan Pancasila tidak perlu diperdebatkan lagi. Menurutnya, sangat mustahil untuk lepas dari Pancasila, karena rakyat semua adalah Pancasila itu sendiri.
“Apalagi kita masih punya TNI dan Polri, dan masih ada kita semua ini, anak-anak dan keluarganya. Disinilah kita harus mengabdi untuk selalu membela Pancasila dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Hemas melalui rilis yang diterima Harian Jogja terkait kegiatan “Jogja Istimewa sebagai wujud Nilai-nilai Utama Budaya Pancasila” kepada BK FKPPI dan GM FKPPI di kantor DPD RI perwakilan DIY, Jumat (25/9/2020).
Memasuki akhir September ini, kata Hemas, bangsa Indonesia menghadapi banyak tantangan. Pertama, terkait silang pendapat di masyarakat tentang PKI. Isu yang selalu muncul pada saat yang sama setiap tahun. Dia meminta semua pihak untuk meninggalkan masalah ini.
“Tidak ada Polisi atau TNI yang pro pada PKI. Beda pandangan politik jangan langsung tuduh PKI. Jangan dibahas lagi, jangan ditanggapi, kita harus lanjutkan pada masalah yang benar-benar muncul di hadapan kita,” katanya.
Kedua, lanjut Hemas, masih ada pertentangan tentang radikalisme, meskipun HTI sudah dibubarkan dan dilarang di Indonesia. Jika memang keberadaan radikalisme dan HTI ditemukan di tengah masyarakat, makai a meminta agar segera dilaporkan ke aparat yang berwenang. “Pastikan diselesaikan dengan baik, tegas dan sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga kita tidak lagi kesulitan di kemudian hari,” kata Hemas.
Tantangan ketiga, lanjut Hemas, masalah yang benar-benar ada di depan mata adalah pandemi corona dan keterpurukan ekonomi. Disinilah masyarakat harus memusatkan perhatian, tenaga, pikiran dan kerja keras kita. Apalagi jumlah kematian akibat corona di Jogja sudah mencapai 61 orang.
“Sementara masyarakat harus terus berjuang untuk keluar dari kontraksi ekonomi yang mencapai 6.74% di awal September ini. Kontraksi ekonomi Jogja berada di bawah angka nasional yang hanya 5.32%,” jelasnya.
Terkait keistimewaan Jogja dan Pancasila, kata Hemas, kebudayaan Jogja adalah kebudayaan Pancasila. Masyarakat Jogja tetap berketuhanan, berperikemanusiaan, sarat dengan nilai-nilai persatuan, mendahulukan kepentingan rakyat dan juga memperhatikan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan.
“Persatuan kita bahkan bisa dilihat dalam gerakan para penari dan pemain gamelan. Keadilan sosial bisa dilihat dari gotiong royong dan tepo seliro masyarakat sedalam mengembangkan UMKM, bahkan dalam masa corona ini,” katanya.
Sementara itu wakil Parentah Hageng Keraton Jogja, KPH Yudhahadiningrat menyebut, pernyataan bergabungnya Keraton Jogja maupun Kadipaten Pakualaman melalui Maklumat 5 September 1945, bukan menyerahkan kedaulatan ke RI, tapi memperkuat kedaulatan RI yang baru diproklamasikan. “Dampak bergabungnya keraton Jogja, kemudian Bung Karno memasukkan pasal 18b UUD 1945 yaitu negara mengakui dan menghormati satuan daerah yang bersifat istimewa,” jelasnya.
Sumber: Harian Jogja, 26 September 2020
Tantangan yang dihadapi Bangsa Indonesia menurut GKR Hermas
1. Lemahnya kepedulian masyarakat tentang nilai-nilai Pancasila
2. Lemahnya rasa persatuan antar kubu yang dihubung-hubungkan dengan PKI dan HTI
3. Masyarakat Jogja terlalu meremehkan pandemi padahal dampaknya sangatlah massif
Solusi dari tantangan tersebut menurut saya
1. Perkembangan zaman yang mempermudahkan terajadinya pelecehan nilai-nilai Pancasila pada era teknologi ini tidak bisa kita anggap remeh. Kita sebagai masyarakat Pancasila harus cerdas jika menemukan kejadian seperti itu. Kita tidak boleh menyebarkannya lebih luas lagi dan jika memang diperlukan kita harus melaporkannya ke pihak yang berwajib.
2. PKI dan HTI memang adalah sosok yang sangat dibenci oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tidak jarang ada kubu yang berbeda pandangan malah dikira PKI atau HTI. Polisi kasar sedikit dikira penganut radikal PKI, ada partai Islam malah dikira penganut HTI. Kita sebagai smart people harus bisa bersikap dewasa pada kasus itu. Kita mulai dari diri kita sendiri untuk tidak dengan mudah menyalahkan orang lain tanpa alas an yang pasti. Kalau kita menemukan kasus seperti itu di masyarakat kita tidak boleh ikut-ikutan dan segera melaporkannya ke pihak yang berwajib.
3. Orang Indonesia terkenal dengan sikap yang santai menghadapi suatu permasalahan bahkan menghadapi korona. Banyak yang meragukan adanya korona karena keluarganya belum tekena secara langsung. Sehingga banyak yang tidak melakukan antisipasi, karena tidak menganggap itu ada. Perekonomian yang turun drastis, kematian yang semakin tinggi sering tidak dihiraukan. Untuk bisa menangulangi hal tersebut pemerintah sudah gencar melakukan sosialisai bahkan razia, namun masih ada saja yang ngeyel. Untuk bisa selamat dari pandemi ini kita harus memulainya dari diri kita dan keluarga kita, kita selalu menerapkan protokol yang ada dan mengajak orang-orang di sekitar kita untuk ikut melakukannya demi keselematan kita bersama.
hi
ReplyDelete